KUHAP Baru: Jaminan Kompensasi Korban Kekerasan Seksual

KUHAP Baru: Jaminan Kompensasi Korban Kekerasan Seksual
Sumber: Liputan6.com

Revisi Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) terus bergulir. Salah satu poin penting yang disepakati dalam rapat Panitia Kerja (Panja) DPR baru-baru ini adalah pemberian kompensasi negara kepada korban tindak pidana jika pelaku tak mampu memberikan ganti rugi.

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Eddy OS Hiariej, menjelaskan detail kesepakatan tersebut. Kompensasi ini tercantum dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) nomor 56.

Kompensasi Negara bagi Korban Tindak Pidana

Menurut Wamenkumham Eddy, kompensasi yang dimaksud adalah ganti kerugian yang diberikan negara. Hal ini dikarenakan pelaku tindak pidana tidak mampu memberikan ganti rugi sepenuhnya kepada korban atau keluarganya.

Ia menambahkan, ketentuan ini sejalan dengan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Adanya kompensasi ini menegaskan hadirnya negara untuk membantu para korban.

Definisi kompensasi sebagai ganti kerugian bagi korban dalam revisi KUHAP ini sama persis dengan definisi yang tercantum dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ini menunjukkan keseragaman dan konsistensi dalam perundangan.

Usulan tersebut telah disetujui oleh seluruh anggota rapat Panja. Ketua Panja, Habiburokhman, memastikan persetujuan tersebut dengan mengetuk palu.

RUU KUHAP: Harapan Baru Sistem Peradilan Pidana Indonesia

Pemerintah telah menyerahkan DIM RUU KUHAP kepada Komisi III DPR pada 8 Juli 2025. Habiburokhman terpilih sebagai ketua Panja untuk membahas RUU ini.

Anggota DPR dari Partai Golkar, Henry Indraguna, menilai RUU KUHAP sebagai angin segar bagi sistem peradilan pidana Indonesia. KUHAP yang berlaku sejak 1981 dinilai sudah tidak relevan lagi.

UU KUHAP yang lama dinilai sudah usang. Ia tidak mampu lagi menjawab tantangan zaman, termasuk kejahatan siber dan dinamika sosial modern.

Menurut Henry, RUU KUHAP harus segera disahkan. Hukum harus adaptif dan responsif terhadap perubahan zaman demi tegaknya keadilan.

Hukum sebagai Pelayan Rakyat, Bukan Alat Penindas

Henry Indraguna menekankan pentingnya RUU KUHAP sebagai alat untuk melindungi hak asasi manusia. KUHAP yang ada saat ini dianggap masih kental dengan pendekatan represif dan mengabaikan asas _due process of law_.

Sistem hukum acara pidana yang ada saat ini dinilai gagal melindungi hak-hak tersangka, saksi, dan korban. Ia juga belum mampu menjawab tantangan kemajuan teknologi dan kejahatan modern.

Guru Besar Unissula Semarang ini menegaskan, hukum seharusnya menjadi pelayan rakyat, bukan alat penindas. RUU KUHAP harus memastikan keadilan yang manusiawi dan transparan.

Revisi KUHAP diharapkan dapat membawa perubahan signifikan dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Dengan demikian, penegakan hukum dapat berjalan lebih adil, efektif, dan humanis.

Melalui revisi ini, diharapkan sistem peradilan pidana Indonesia bisa lebih modern dan responsif terhadap perkembangan zaman. Hal ini penting untuk melindungi hak-hak korban dan memastikan tegaknya keadilan bagi semua pihak.

Komitmen untuk menciptakan sistem peradilan yang lebih adil dan berpihak kepada rakyat merupakan kunci keberhasilan revisi KUHAP ini. Semoga revisi ini segera disahkan dan diimplementasikan secara efektif.

Ikuti Kami di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *