Pemerintah telah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) kepada Komisi III DPR pada 8 Juli 2025. Hal ini menandai dimulainya babak baru dalam upaya mereformasi sistem peradilan pidana Indonesia.
Anggota Komisi III DPR, Habiburokhman, terpilih memimpin Panitia Kerja (Panja) RUU KUHAP. RUU ini diharapkan dapat mengatasi kelemahan UU Nomor 8 Tahun 1981 yang dinilai sudah usang dan tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman.
RUU KUHAP: Harapan Baru Sistem Peradilan Pidana Indonesia
Politisi Partai Golkar, Henry Indraguna, optimistis RUU KUHAP akan memberikan angin segar bagi sistem peradilan pidana Indonesia. Ia menekankan pentingnya segera mengesahkan RUU ini untuk mewujudkan keadilan yang sesuai dengan kebutuhan zaman modern.
UU Nomor 8 Tahun 1981 dinilai sudah tidak mampu lagi menjawab tantangan kejahatan siber dan dinamika sosial terkini. Selain itu, UU tersebut juga dianggap kurang melindungi hak asasi manusia.
Henry Indraguna mengatakan bahwa KUHAP yang berlaku saat ini masih kental dengan pendekatan represif dan mengabaikan prinsip due process of law. Sistem ini dinilai gagal melindungi hak-hak tersangka, saksi, dan korban.
Guru Besar Unissula Semarang ini juga menambahkan bahwa hukum acara pidana saat ini belum mampu menjawab tantangan kemajuan teknologi dan kompleksitas kejahatan modern. Ia menekankan pentingnya hukum sebagai pelayan rakyat, bukan alat penindas.
Lebih dari Sekadar Dokumen: Manifesto Filosofis Penegakan Martabat Manusia
Henry Indraguna menegaskan bahwa penundaan pengesahan RUU KUHAP merupakan bentuk pengkhianatan terhadap keadilan. Ia menyebut stagnasi hukum sebagai pengingkaran terhadap akal sehat dan moral publik.
Baginya, RUU KUHAP bukanlah sekadar dokumen, tetapi manifesto filosofis untuk menegakkan martabat manusia. Pengesahan RUU ini menjadi sangat mendesak karena perkembangan teknologi dan kejahatan baru membutuhkan sistem hukum yang adaptif.
Wakil Ketua Dewan Penasehat DPP AMPI, Henry Indraguna, menambahkan bahwa menunda pengesahan RUU KUHAP berarti mengabaikan keadilan. RUU ini dianggap sebagai jembatan menuju sistem hukum yang adil dan manusiawi.
Pembahasan RUU KUHAP di DPR: Panja Resmi dibentuk
Komisi III DPR RI telah resmi membentuk Panja RUU KUHAP. Pembentukan Panja ini dilakukan dalam rapat kerja Komisi III DPR bersama pemerintah pada 8 Juli 2025.
Habiburokhman, Ketua Komisi III DPR RI, terpilih sebagai ketua Panja RUU KUHAP. Wamenkumham Eddy OS Hiariej menyerahkan DIM RUU KUHAP kepada Habiburokhman.
Pembahasan RUU KUHAP berdasarkan Surat Presiden. Habiburokhman mengumumkan susunan anggota Panja, termasuk wakil ketua yang terdiri dari Dede Indra Permana, Sari Yuliati, Ahmad Sahroni, dan Rano Alfath.
Revisi KUHAP memuat 334 pasal dan 10 substansi baru. Panja akan segera memulai pembahasan secara intensif.
Dengan dibentuknya Panja dan keseriusan pemerintah dan DPR, diharapkan RUU KUHAP dapat segera disahkan. Hal ini akan menjadi tonggak penting dalam mewujudkan sistem peradilan pidana Indonesia yang modern, adil, dan menegakkan martabat manusia.






