Anggota Komisi II DPR, Romy Soekarno, mengusulkan transformasi digital Pemilu Indonesia dengan implementasi *e-voting*. Ia menekankan urgensi langkah ini bukan hanya sebagai gagasan masa depan, melainkan solusi strategis untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan mengurangi potensi kecurangan dalam proses demokrasi. Biaya Pemilu 2024 yang mencapai Rp 71 triliun menjadi latar belakang penting usulan ini.
Romy, politisi PDI Perjuangan, mengajak KPU untuk berpikir lebih teknokratik, merangkul konsep “demokrasi 5.0”. Ia melihat *e-voting* sebagai solusi nyata yang dapat diterapkan di Indonesia.
Menuju Pemilu Digital: E-Voting sebagai Solusi
Romy Soekarno meyakini *e-voting* dapat direalisasikan pada Pemilu 2029. Teknologi verifikasi pemilih yang sudah tersedia, seperti pengenalan wajah (*face recognition*), sidik jari, dan e-KTP, dapat diintegrasikan untuk memastikan akurasi data pemilih. Sistem ini diyakini mampu meningkatkan efisiensi dan transparansi pemilu.
Proses *e-voting* yang dibayangkan Romy melibatkan penggunaan tablet di TPS. Setelah verifikasi identitas, pemilih langsung memilih melalui layar sentuh tablet. Sistem ini diharapkan mampu menghilangkan potensi kecurangan yang sering terjadi pada sistem pemilu konvensional berbasis kertas.
Penghematan Anggaran dan Pencegahan Kecurangan
Sistem *e-voting* yang diusulkan Romy akan menghasilkan lima bukti suara cetak untuk KPU, Bawaslu, DKPP, Kemendagri, dan saksi partai. Hasil suara akan langsung terkirim ke server pusat secara *real time*, menghilangkan proses input manual yang rawan kesalahan dan manipulasi.
Sistem ini diproyeksikan mampu memangkas biaya Pemilu secara signifikan. Romy memperkirakan anggaran dapat ditekan hingga Rp 52-58 triliun. Pengurangan biaya ini disebabkan oleh penghapusan penggunaan kertas suara yang merupakan titik rawan kecurangan.
Tantangan Implementasi dan Masa Depan Pemilu
Implementasi *e-voting* tentunya akan menghadapi tantangan. Infrastruktur teknologi yang memadai di seluruh Indonesia, sosialisasi kepada masyarakat, dan keamanan sistem dari potensi peretasan perlu mendapat perhatian serius. Kesiapan KPU dan lembaga terkait dalam mengelola sistem digital yang kompleks juga menjadi kunci keberhasilan.
Meskipun terdapat tantangan, implementasi *e-voting* memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Sistem ini bukan hanya menjanjikan penghematan anggaran yang signifikan, tetapi juga mampu menekan potensi kecurangan dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses Pemilu. Ke depannya, studi kelayakan dan perencanaan matang menjadi langkah krusial untuk memastikan transisi ke sistem pemilu digital yang sukses.
Penelitian lebih lanjut dan uji coba sistem di skala kecil perlu dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengatasi potensi masalah sebelum implementasi skala nasional. Kolaborasi antar lembaga dan stakeholder, serta partisipasi aktif masyarakat, merupakan faktor penting untuk mewujudkan pemilu yang lebih efisien, transparan, dan kredibel di masa depan. Dengan persiapan yang matang dan komitmen dari semua pihak, cita-cita pemilu berbasis digital di Indonesia bisa menjadi kenyataan.