Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berencana berkantor di Papua untuk mengawasi percepatan pembangunan dan mengevaluasi berbagai permasalahan di sana. Rencana ini telah memicu perdebatan di kalangan pejabat pemerintahan dan publik. Beberapa pihak mempertanyakan perlunya Wapres berkantor langsung di Papua, sementara yang lain menekankan pentingnya pengawasan langsung untuk memastikan efektivitas program pembangunan. Artikel ini akan membahas polemik rencana tersebut dari berbagai perspektif.
Kontroversi Rencana Wapres Berkantor di Papua
Anggota Komisi III DPR RI, Andreas Hugo Pareira, mempertanyakan urgensi rencana Wapres Gibran berkantor di Papua. Ia mempertanyakan relevansi tugas Wapres dengan kebutuhan untuk berada di Papua secara fisik. Menurutnya, terdapat cara lain yang lebih efektif untuk melakukan pengawasan dan evaluasi pembangunan di wilayah tersebut.
Politikus PDI Perjuangan ini menyarankan agar fokus utama Wapres di Papua adalah penanganan pelanggaran HAM. Ia bahkan mengusulkan pembentukan desk khusus Papua yang menangani permasalahan HAM secara terpusat.
Penjelasan Pemerintah: Koordinasi, Bukan Eksekusi Lapangan
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan bahwa Wapres Gibran tidak wajib berkantor di Papua. Tugas Wapres, menurutnya, adalah mengkoordinasikan kebijakan di tingkat atas, bukan melakukan eksekusi lapangan sehari-hari.
Sesuai UU Otonomi Khusus Papua, Wapres bertugas mengkoordinasikan percepatan pembangunan, tugas yang serupa dengan Wapres Ma’ruf Amin sebelumnya. Eksekusi di lapangan akan ditangani oleh Badan Eksekutif Percepatan Pembangunan Papua yang akan dibentuk dan ditunjuk oleh Presiden. Badan ini nantinya akan bertanggung jawab untuk melakukan evaluasi dan mempercepat pembangunan di Papua.
Klarifikasi Mensesneg: UU yang Mengatur, Bukan Instruksi Presiden
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi membantah informasi bahwa Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan Wapres Gibran untuk berkantor di Papua. Ia menegaskan bahwa UU Otonomi Khusus Papua yang mengatur koordinasi percepatan pembangunan Papua di bawah Wapres.
Prasetyo juga memastikan tidak akan ada pembangunan kantor Wapres di Papua. Kunjungan Wapres ke Papua akan bersifat sementara, hanya untuk rapat koordinasi dan pengawasan. Kehadiran Wapres di Papua pun bersifat insidental, bukan permanen.
Peran Wapres dalam Pembangunan Papua
Peran Wapres dalam pembangunan Papua adalah sebagai koordinator kebijakan, bukan pelaksana lapangan. Hal ini sejalan dengan tugas konstitusional Wapres untuk membantu Presiden dalam menjalankan pemerintahan. Meskipun demikian, pengawasan langsung dari Wapres tetap dianggap penting oleh beberapa pihak untuk memastikan akuntabilitas dan efektivitas program pembangunan.
Penanganan Pelanggaran HAM di Papua
Permasalahan HAM di Papua menjadi sorotan utama yang perlu ditangani secara serius. Pembentukan desk khusus Papua untuk menangani masalah HAM dapat menjadi langkah efektif untuk meningkatkan perlindungan HAM dan memastikan penegakan hukum yang adil. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan isu tersebut.
Kesimpulan
Rencana Wapres Gibran untuk berkantor di Papua telah memicu beragam reaksi. Pemerintah menegaskan bahwa tugas Wapres adalah koordinasi, bukan eksekusi lapangan. Meskipun demikian, penting untuk memastikan pengawasan yang efektif terhadap pembangunan di Papua, termasuk penanganan pelanggaran HAM yang menjadi perhatian publik. Perdebatan ini menunjukkan kompleksitas pembangunan di Papua dan perlunya pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pihak untuk mencapai keberhasilan. Ke depannya, transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan program pembangunan di Papua sangat krusial.






