KPK Kecam RKUHAP: Larangan Perjalanan Tersangka, Keadilan Terancam?

KPK Kecam RKUHAP: Larangan Perjalanan Tersangka, Keadilan Terancam?
Sumber: CNNIndonesia.com

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan keberatan terhadap Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang membatasi larangan bepergian ke luar negeri hanya untuk tersangka. Hal ini disampaikan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Kantor KPK, Jakarta, Selasa (15/7).

Menurut KPK, aturan tersebut menghambat kinerja lembaga dalam pemberantasan korupsi. Pasalnya, KPK selama ini juga mencegah saksi dan pihak terkait lainnya bepergian ke luar negeri, sesuai dengan kewenangan yang diberikan Undang-Undang KPK. Pembatasan tersebut dinilai menghambat proses penyidikan dan pemeriksaan saksi.

“Di RKUHAP itu yang bisa dilakukan cekal adalah hanya tersangka, namun KPK berpandangan cekal tentunya tidak hanya dibutuhkan bagi tersangka saja, tapi bisa juga terhadap saksi ataupun pihak-pihak terkait lainnya,” tegas Budi Prasetyo.

Keberadaan saksi dan pihak terkait di dalam negeri sangat krusial untuk kelancaran proses penyidikan. Pemanggilan dan pemeriksaan dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien jika mereka berada di dalam negeri. Hal ini akan mempercepat proses hukum dan memberikan hasil yang lebih baik.

“Esensi dari cekal itu adalah kebutuhan atau keberadaan dari yang bersangkutan untuk tetap di dalam negeri sehingga ketika dilakukan proses-proses penyidikan dapat dilakukan lebih efektif. Misalnya dilakukan pemanggilan untuk pemeriksaan itu bisa segera dilakukan sehingga prosesnya itu juga bisa menjadi lebih cepat, efektif dan tentu itu baik untuk semua,” jelas Budi menambahkan.

KPK saat ini tengah melakukan kajian mendalam terhadap draf RKUHAP. Hasil kajian tersebut akan disampaikan kepada pemerintah dan DPR sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan. KPK melibatkan para pakar hukum dalam proses kajian ini untuk memastikan masukan yang diberikan komprehensif dan akurat.

“KPK nanti akan memberikan masukan dari hasil kajian yang sudah dilakukan, termasuk pengayaan dari para pakar hukum yang sudah diundang oleh KPK,” imbuh Budi.

Analisis Pasal 133 RKUHAP dan UU KPK

Pasal 133 Draf RKUHAP mengatur larangan bepergian ke luar negeri bagi tersangka, dengan tata cara pencegahan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Ini berbeda dengan Undang-Undang KPK yang memberikan kewenangan lebih luas kepada KPK untuk mencegah siapapun yang dianggap penting untuk proses penyidikan, tidak terbatas hanya pada tersangka.

Perbedaan ini menunjukkan adanya potensi konflik kewenangan dan hambatan bagi KPK dalam menjalankan tugasnya. KPK berargumen bahwa pencegahan bepergian tidak hanya penting untuk tersangka, tetapi juga untuk saksi dan pihak terkait lainnya agar proses hukum berjalan efektif dan efisien.

Keberatan KPK Terhadap RKUHAP: Penyelidikan dan Penyadapan

Selain masalah pencegahan bepergian, KPK juga sebelumnya telah menyampaikan keberatan lain terhadap RKUHAP, yaitu terkait penyelidikan dan penyadapan. RKUHAP mengatur penyadapan dimulai pada tahap penyidikan dan memerlukan izin pengadilan daerah setempat. Namun, KPK selama ini melakukan penyadapan sejak tahap penyelidikan dan tanpa izin pengadilan negeri atau pengadilan tinggi setempat.

Aturan RKUHAP juga dinilai mereduksi kewenangan penyelidik. Penyelidik dalam RKUHAP hanya berwenang mencari peristiwa tindak pidana, sementara penyelidik KPK memiliki kewenangan hingga mencari sekurang-kurangnya dua alat bukti. Ini menunjukkan adanya perbedaan substansial dalam standar operasional prosedur antara KPK dan aturan yang tertuang di RKUHAP.

Keberatan KPK ini menunjukkan pentingnya memperhatikan konteks dan kebutuhan khusus lembaga antirasuah dalam proses revisi RKUHAP. Revisi RKUHAP harus mengakomodir kewenangan KPK dalam memberantas korupsi secara efektif dan efisien, tanpa menghambat proses hukum yang tengah berjalan.

Secara keseluruhan, keberatan KPK terhadap RKUHAP mencerminkan pentingnya harmonisasi antara aturan hukum yang berlaku dan kebutuhan operasional lembaga penegak hukum seperti KPK dalam menjalankan tugasnya. Perbedaan substansial perlu segera diatasi untuk memastikan pemberantasan korupsi di Indonesia berjalan optimal.

Video terkait DPR didesak untuk menanggapi surat pemakzulan Gibran.

Ikuti Kami di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *