Dalam sidang kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku dan perkara perintangan penyidikan, kuasa hukum terdakwa Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy, mengajukan keberatan terhadap bukti yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ronny mempertanyakan keabsahan dan keaslian file Call Data Record (CDR) yang digunakan KPK sebagai bukti. Ia berargumen bahwa bukti tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan dan berpotensi dimanipulasi.
Keberatan terhadap Bukti CDR
Ronny Talapessy, kuasa hukum Hasto Kristiyanto, secara tegas meminta majelis hakim untuk mengesampingkan bukti file CDR dalam persidangan.
Ia menekankan bahwa keaslian dan keabsahan file CDR tersebut tidak dapat dibuktikan secara meyakinkan. Oleh karena itu, bukti tersebut tidak layak dijadikan sebagai alat bukti yang sah di mata hukum.
Jaksa KPK sebelumnya mengklaim data CDR menunjukkan pergerakan Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto ke kawasan PTIK saat OTT berlangsung. Namun, Ronny membantah hal tersebut.
Menurut Ronny, fakta persidangan menunjukkan adanya keraguan atas keaslian data CDR yang telah dianalisis ahli. Data tersebut berpotensi telah dimanipulasi dan tidak lagi otentik.
Lebih lanjut, Ronny menyoroti asal-usul file CDR tersebut. Data CDR tidak didapatkan langsung dari operator, melainkan dari flashdisk merek Sandisk.
Ia mempertanyakan asal-usul flashdisk tersebut dan siapa yang memberikannya, serta apakah keaslian data di dalamnya dapat dijamin.
Ketidakjelasan asal-usul dan proses pengamanan data CDR menjadi sorotan penting Ronny. Menurutnya, hal ini semakin memperkuat keraguan atas keaslian bukti tersebut.
Oleh karena itu, ia mendesak majelis hakim untuk mempertimbangkan kembali dan mengesampingkan bukti CDR tersebut sebagai alat bukti dalam persidangan.
Tuntutan 7 Tahun Penjara untuk Hasto Kristiyanto
Sebelumnya, JPU KPK menuntut Hasto Kristiyanto dengan hukuman penjara 7 tahun dan denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa meyakini Hasto terlibat dalam upaya suap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait PAW Harun Masiku.
Jaksa menilai Hasto terbukti bersalah dalam mencegah atau merintangi penyidikan kasus korupsi dan terlibat dalam tindakan korupsi itu sendiri.
Tuntutan tersebut didasarkan pada dakwaan yang menyebutkan keterlibatan Hasto dalam kasus suap dan perintangan penyidikan.
Peran Hasto dalam Kasus Perintangan Penyidikan
Hasto didakwa menghalangi penyidikan kasus korupsi yang melibatkan Harun Masiku. Dakwaan tersebut mencakup periode 2019-2024.
Ia diduga memerintahkan Harun dan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponsel mereka untuk menghambat proses penyidikan KPK.
Selain perintangan penyidikan, Hasto juga didakwa memberikan uang kepada Wahyu Setiawan.
Uang tersebut diberikan agar Wahyu membantu proses PAW Harun Masiku sebagai anggota DPR RI dari Dapil Sumatera Selatan I.
Hasto didakwa bersama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku memberikan uang sebesar 57.350 dolar Singapura (setara Rp600 juta) kepada Wahyu Setiawan.
Akibat perbuatannya, Hasto terancam hukuman berdasarkan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kasus ini menyoroti pentingnya integritas bukti digital dalam proses peradilan. Perdebatan seputar keabsahan bukti CDR menunjukkan kompleksitas tantangan dalam menghadapi bukti digital di era teknologi informasi saat ini. Proses hukum selanjutnya akan menentukan bagaimana majelis hakim akan mempertimbangkan argumen kuasa hukum Hasto dan memutuskan nasib terdakwa.