Berita  

Banjir Puncak: KLH Ungkap Penyebab & Sanksi Berat?

Banjir Puncak: KLH Ungkap Penyebab & Sanksi Berat?
Sumber: Suara.com

Banjir dan longsor yang menerjang Puncak, Bogor pada Maret dan Juli 2025, menyisakan duka mendalam dan menjadi tamparan keras bagi kita semua. Bencana ini bukan sekadar peristiwa alam biasa, melainkan peringatan serius atas kerusakan lingkungan yang semakin parah di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan Cileungsi. Korban jiwa dan kerusakan infrastruktur yang signifikan menjadi bukti nyata betapa rapuhnya ekosistem kita.

Kerusakan Ekosistem Hulu: Akar Masalah Bencana di Puncak

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah mengidentifikasi penyebab utama bencana ini. Kerusakan ekosistem hulu akibat alih fungsi lahan yang tak terkendali menjadi biang keladinya.

Lemahnya pengendalian tata ruang memperparah situasi. Banyak bangunan berdiri tanpa mengantongi izin lingkungan yang sah.

Hal ini menyebabkan hilangnya daya serap air tanah dan meningkatkan kerentanan terhadap bencana. Akibatnya, hujan deras langsung memicu banjir dan longsor.

Tindakan Tegas KLH: Pencabutan Izin dan Sanksi Administratif

Menanggapi bencana ini, KLH mengambil langkah tegas. Sebanyak 21 pelaku usaha telah menjadi target tindakan tegas.

Delapan persetujuan lingkungan dicabut. Surat resmi telah dikirimkan kepada Bupati Bogor dengan tenggat waktu pencabutan izin selama 30 hari kerja.

Kedelapan perusahaan tersebut izin lingkungannya tumpang tindih dengan Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) milik PTPN I Regional 2.

Tiga perusahaan, PT Bumi Nini Pangan Indonesia, PT Jaswita Lestari Jaya, dan PT Pancawati Agro, izinnya akan dicabut oleh Bupati Bogor. Lima perusahaan lainnya masih dalam proses evaluasi.

KLH akan mengambil alih proses pencabutan izin jika Bupati Bogor tak bertindak dalam waktu yang ditentukan.

Sanksi administratif juga dijatuhkan kepada 13 pelaku usaha lainnya. Mereka diwajibkan menghentikan aktivitas, membongkar bangunan, dan memulihkan lingkungan.

Langkah Antisipatif Menuju Puncak yang Lebih Aman

KLH mendorong reformasi tata ruang berbasis Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). KLHS akan menjadi acuan penting agar tata ruang selaras dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Peran serta masyarakat dalam pengawasan pembangunan juga sangat penting. Edukasi dan kesadaran masyarakat akan dampak lingkungan sangat krusial.

Kebijakan berbasis kajian geologi dan karakteristik tanah perlu dikembangkan. Hal ini penting untuk mengantisipasi potensi bencana di masa mendatang.

Pembukaan lahan di kawasan taman nasional merupakan pelanggaran berat yang ditemukan. Begitu pula dengan tidak adanya pengelolaan air larian dan pengukuran kualitas udara, air limbah, dan kebisingan.

Ketiadaan fasilitas penyimpanan limbah B3 juga menjadi temuan yang sangat memprihatinkan. Operasional PT Pinus Foresta Indonesia di dalam Taman Nasional Gunung Gede Pangrango menjadi salah satu contoh kasus yang menonjol.

Bencana di Puncak menjadi momentum penting untuk memperbaiki pengelolaan lingkungan. Kerja sama yang solid antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat sangat krusial untuk mencegah terulangnya tragedi serupa di masa depan. Dengan penerapan tata ruang yang baik, pengawasan yang ketat, dan peningkatan kesadaran lingkungan, diharapkan Puncak dapat kembali menjadi daerah yang aman dan lestari. Semoga tragedi ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua.

Ikuti Kami di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *