Menteri Transmigrasi, Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara, menegaskan komitmennya dalam memberantas korupsi di lingkungan Kementerian Transmigrasi. Hal ini disampaikan melalui Deklarasi Makarti yang dibacakan dan diikuti oleh seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Transmigrasi.
Deklarasi tersebut dibacakan dalam acara Pencanangan Survei Penilaian Integritas (SPI) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2025 dan Perancangan Pembangunan Zona Integritas Kementerian Transmigrasi. Acara penting ini menjadi bukti nyata komitmen pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan transparan.
Deklarasi Makarti: Komitmen Anti-Korupsi Kementerian Transmigrasi
Deklarasi Makarti yang dibacakan Menteri Iftitah memuat lima poin penting. Kelima poin ini menjadi landasan bagi seluruh ASN Kementerian Transmigrasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Poin-poin tersebut meliputi penegakan integritas, moralitas, dan etika; pembangunan sistem kerja yang efektif dan efisien; penyediaan pelayanan publik yang bersih, cepat, dan bebas pungutan liar; peningkatan kualitas SDM Aparatur Sipil Negara; dan menjadi teladan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Seluruh ASN Kementerian Transmigrasi yang hadir kompak mengenakan pakaian dinas harian (PDH) berwarna biru, menunjukkan keseriusan dan kebersamaan dalam mendukung deklarasi ini.
Penandatanganan Deklarasi Makarti dilakukan oleh Menteri Iftitah beserta jajarannya, disaksikan oleh perwakilan dari Kementerian PANRB dan KPK. Hal ini semakin memperkuat komitmen tersebut di mata publik.
Pencegahan Korupsi: Strategi Dua Pilar Kementerian Transmigrasi
Menteri Iftitah menekankan pentingnya pencegahan korupsi, bukan hanya penindakan. Ia menyatakan bahwa strategi anti-korupsi yang diusung Kementerian Transmigrasi memiliki dua pilar utama.
Pilar pertama adalah pembangunan sistem yang kuat dan transparan. Pilar kedua adalah membangun kesadaran anti-korupsi di kalangan ASN melalui pendidikan dan sosialisasi, serta pengawasan yang ketat.
Menurut Menteri Iftitah, membangun kesadaran anti-korupsi memerlukan pendekatan yang komprehensif. Hal ini termasuk pendidikan, sosialisasi, dan pengawasan berkelanjutan.
Anggaran Fantastis dan Kontroversi Program Transmigrasi
Pemerintah mengalokasikan anggaran fantastis untuk program transmigrasi, mencapai Rp 1,89 triliun di tahun 2025. Angka ini meningkat signifikan setelah DPR menyetujui penambahan dana lebih dari Rp 1,7 triliun.
Namun, rencana pemerintah ini menuai banyak penolakan, terutama dari Kalimantan yang menjadi salah satu daerah target program transmigrasi. Penolakan ini menandakan adanya tantangan besar yang perlu diatasi pemerintah.
Pertanyaan mendasar muncul, mengapa pemerintah ngotot menghidupkan kembali program transmigrasi yang kontroversial ini, meskipun mendapat penolakan dari masyarakat? Transparansi dan pengelolaan dana yang baik menjadi kunci keberhasilan program ini.
Komitmen anti-korupsi yang dideklarasikan Menteri Iftitah harus dibarengi dengan langkah nyata dan transparan dalam pengelolaan anggaran program transmigrasi. Hal ini penting untuk mencegah potensi penyelewengan dana dan memastikan program berjalan sesuai rencana.
Keberhasilan program transmigrasi tidak hanya bergantung pada besarnya anggaran, tetapi juga pada implementasi yang tepat dan partisipasi aktif masyarakat. Pemerintah perlu melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program untuk memastikan keberlanjutan dan keadilan.
Ke depan, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran program transmigrasi menjadi hal krusial. Masyarakat berhak untuk mengawasi penggunaan dana tersebut agar sesuai dengan tujuan dan tidak menimbulkan masalah baru. Pemerintah harus terbuka dan responsif terhadap aspirasi masyarakat.
Dengan komitmen anti-korupsi yang kuat dan pengelolaan anggaran yang transparan, program transmigrasi diharapkan dapat berjalan sesuai rencana dan memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya para transmigran. Namun, tantangan penolakan masyarakat tetap harus dihadapi dan diatasi dengan bijak.