Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan Pemilu nasional dan daerah menuai kontroversi. Keputusan ini dinilai Ketua DPP PDI Perjuangan, Puan Maharani, tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD).
Puan menegaskan hal tersebut dalam rapat internal partai. PDI Perjuangan menilai putusan MK tersebut bertentangan dengan konstitusi.
Reaksi PDI Perjuangan terhadap Putusan MK
Puan Maharani menyatakan hasil rapat internal partai menyimpulkan keputusan MK tidak sesuai UUD. Hal ini disampaikan langsung oleh Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Menurutnya, Undang-Undang mengatur Pemilu harus digelar setiap lima tahun sekali. Ini menjadi landasan PDI Perjuangan untuk mempertanyakan putusan MK.
Puan menekankan pentingnya menjaga konsistensi penyelenggaraan Pemilu lima tahunan. Ini sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang.
Kajian Mendalam Putusan MK oleh DPR
Sebelum putusan MK, Puan telah menyatakan bahwa fraksi-fraksi di DPR sedang mengkaji hasil putusan tersebut. Kajian ini melibatkan semua partai politik di DPR.
Puan menjelaskan bahwa putusan MK akan berdampak pada semua partai politik. Oleh karena itu, kajian yang komprehensif sangat penting.
PDI Perjuangan, sebagai salah satu partai di DPR, menunggu hasil kajian sebelum mengambil sikap. Hal ini termasuk menilai apakah putusan tersebut melanggar UUD 1945 atau tidak.
Puan menjelaskan bahwa UUD 1945 mengatur Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Ini menjadi acuan utama dalam kajian yang dilakukan oleh DPR.
Setelah kajian selesai, PDI Perjuangan akan melakukan rapat koordinasi. Rapat tersebut akan membahas sikap resmi partai terkait putusan MK.
Isi Putusan Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemisahan pelaksanaan Pemilu nasional dan daerah. Jeda waktu antara Pemilu nasional dan daerah minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan.
Pemilu nasional meliputi pemilihan anggota DPR, DPD, Presiden, dan Wakil Presiden. Pemilu daerah meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota, Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Wali Kota/Wakil Wali Kota.
Keputusan ini merupakan pengabulan sebagian permohonan dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Perludem mempersoalkan Pasal 167 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945. Pasal tersebut dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
MK memberikan interpretasi baru terhadap pasal tersebut. Pemungutan suara Pemilu Nasional dan Daerah harus dipisahkan dengan waktu minimal 2 tahun atau maksimal 2 tahun 6 bulan.
Perdebatan seputar putusan MK ini menunjukkan pentingnya pemahaman mendalam tentang konstitusi dan proses legislasi dalam sistem demokrasi Indonesia. Diskusi dan kajian yang dilakukan oleh DPR dan partai-partai politik diharapkan dapat menghasilkan solusi yang terbaik bagi penyelenggaraan Pemilu di masa mendatang, menjaga kestabilan politik, dan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.






